Selasa, 19 Februari 2013

Jilbabku...

Piranti Hati yang Retak, sebuah cerpen garapan Helvy Tiana Rosa yang disodorkan kakak mentor saat SMP dulu telah mengubah sudut pandang saya tentang jilbab. Pandangan saya saat itu, jilbab adalah pakaian wajib para siswi madrasah atau aliyah, pakaian kebesaran para ustadzah, dan para perempuan yang menanjak tua. Setelah saya bergabung dalam ekstrakuler Rohis (Rohani Islam), pandangan saya mulai berubah. Dari sanalah saya mengetahui bahwa muslimah yang baik itu adalah muslimah yang berjilbab. Sekedar tahu.Ya, sekedar tahu, tidak ada getaran atau gerakan hati yang lebih. Cukup tahu saja... 

Dalam cerpen tersebut ada dialog antara Mia (tokoh utama) dengan papanya yang saya garis bawahi.
“Kalau dilarang, itu tandanya Papa masih sayang. Jangan malu-maluin Papa. Bagaimana nanti dengan masa depan kamu, mau kerja dimana? Pesantren? Mau nikah sama siapa? Guru ngaji yang di kampung-kampung?”

"Papa kok sinis gitu..., banyak kok muslimah berjilbab jadi usahawati, nikah dengan insinyur atau dokter… Kan semua ditangan Allah. Nikah dengan guru ngaji di kampung, bagi Mia nggak apa, yang penting dia bisa ngajak ke syurga…”

Eits, yang saya garis bawahi bukan nikahnya ya, tapi syurga. Ya, syurga...

Sebegitu keukeuhnya Mia ingin berjilbab, walau ia harus menghadapi kemarahan orang tuanya sendiri. Tanggapan orang-orang tentang masa depan para jilbaber yang suram, jodoh yang mungkin kurang menghasilkan. Baginya tak masalah, asalkan semua itu bisa mengantarkannya ke syurga. Tempat dimana semua wanita menjadi bidadari yang cantik jelita, dimana saat semua kenikmatan didunia ini dikumpulkan maka tidak akan pernah menyamai kenikmatan syurga..., tidak akan pernah! Hati saya pun mulai tergetar....

Saat keputrian, kakak mentor membacakan sebuah hadist. Rasulullah SAW bersabda, "Ada dua golongan penghuni neraka yang belum pernah aku lihat. Pertama, orang -orang yang membawa cemeti seperti ekor sapi yang mereka pergunakan untuk memukul orang lain. Kedua, wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang, cenderung tidak taat, berjalan melenggak lenggok, rambut mereka seperti pucuk onta, mereka tidak akan masuk syurga dan tidak akan mencium bau syurga padahal bau syurga tercium dari jarak sekian." (HR. Muslim)

What? Nyium aja g? Hati saya semakin tergetar...

Semakin sering mengikuti kegiatan Rohis dan menghadiri mentoring keputrian, semakin sering hati saya bertengkar.

Putih   : "Tuh, apa kamu enggak malu pake jilbab pas ngaji doang?"
Hitam  : "Biarinlah nama juga lagi belajar..."
Putih   : "Masih inget enggak waktu kakak mentor kemarin bilang? Enggak bisa nyium bau syurga lho... Katanya mau masuk syurga..."
Hitam  : "Nanggung kali klo kamu pake sekarang. Uda kelas 3, bentar lagi juga  SMA. Buang-buang uang aja beli baju seragam baru, paling cuma beberapa kali doang dipakenya."
Putih   : "Lha... kan baju putihnya masih bisa dipake untuk SMA, paling beli rok biru doang. Kan ada celengan, cukup kok klo mau dipecahin mah."
Hitam  : "Uda entar aja pas SMA, nanggung."

Aaarrrghhh.......

Menjelang kelulusan atau lebih tepatnya beberapa hari sebelum foto untuk ijazah SMP, saya mengutarakan niat untuk segera mengenakan jilbab. Saat itu kakak mentor pun bertanya, (mungkin maksudnya nguji kali ya. Sotoy :D), "Engga nanggung pake sekarang?"
"Enggak, kak. Sebentar lagi kan foto ijazah. Saya enggak mau nanti foto dalam kondisi tidak menutup aurat, foto itu akan dilihat semua orang yang melihat ijazah saya. Meski saat SMA saya sudah pake jilbab, tapi mereka bisa melihat foto SMP saya yang tidak berjilbab. Saya malu...." 

Ya... saya malu saat mendahukukan kata nanggung dibandingkan mengikuti perintah Allah SWT. Saya malu pada syurga, tempat dimana saya kelak akan bercanda ria disana...


NB: Jazakillah khair untuk Noey... yang telah memberikan baju seragamnya untuk saya. Dan ahlan wa sahlan untuk teman-teman yang memutuskan untuk berjilbab.  Love u all coz Allah SWT :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar