Kamis, 21 Februari 2013

Rasa yang Seharusnya Belum Ada  

"Saya diminta menyediakan secangkir teh untuknya di ruang tamu, itulah pertama kali kita bertemu. Dan nyyesshh, saya ngerasa falling in love," ungkap Rena (*bukan nama sebenarnya. Gila aja klo pake nama beneran. Bisa dipentung pake martil dah...).

Rena sedang  ta'aruf (saling mengenal menuju  pernikahan) dengan seorang ikhwan* kala itu. (*Ya iyalah... masa ama akhwat* !?#^). Sebelumnya mereka belum pernah bertemu. Sebagaimana pada umumnya proses ta'aruf, diawali dengan pertukaran biodata. Jika tidak ada kendala, berlanjut pada pertemuan untuk saling mengenal lebih jauh,  tentang pribadi masing-masing, keluarga, pekerjaan, visi dan misi pernikahan dsb yang kira-kira perlu untuk ditanyakan. Untuk beberapa orang, proses tersebut cukup satu kali pertemuan dan beberapa yang lain bisa dua kali, tiga kali atau sepuluh kali (*ada gitu yang ampe 10x? Ckckckck...)

"Setelah saya memberikan secangkir teh, saya memutuskan untuk tetap duduk di ruang tamu. Dia datang bersama temannya, dan saya ditemani mama.  Beberapakali saya melihat wajahnya, Chi... Speechless! Jadi enggak konsen dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dan lupa dengan pertanyaan-pertanyaan yang mesti saya ajukan," cerita Rena, wajahnya terlihat kemerah-merahan.

Sesaat saya berpikir, kenapa ini orang sebegitu tsiqoh-nya (percaya) bercerita tentang hal se -privacy ini pada saya? Tidakkah ia berpikir bahwa sewaktu-waktu saya bisa menulisnya diblog? (*Oh, iya. Saya lupa, klo ia tidak tahu bahwa saya punya blog, he he he...). Atau mungkin kini saya tidak segarang dulu, yang bisa ceramah abis saat ada akhwat berani cerita tentang kesukaannya pada pria yang jelas-jelas belum muhrimnya? Entahlah...

"Sekitar tiga jam kita saling bertukar informasi, tapi kok saya ngerasa masih butuh informasi lebih, ya? Dan diakhir pertemuan, kita dipersilahkan untuk mengadakan pertemuan kembali jika memang masih ada yang perlu digali. Dah gitu, ikhwannya minta no. hp, Chiaaa..., so sweet g sih... " ungkap Rena yang segera saya potong, "Terus, kamu kasih?"

"Iya, emang kenapa?" ekspresi Rena pun langsung berubah.
"Untuk apa tukeran no. hp? Kan sudah dipersilahkan klo ada informasi yang masih perlu digali silahkan adakan pertemuan lagi. Bukankah itu lebih ahsan (baik), karena akan ditemani dengan perantara? Terkait komunkasi lebih lanjut kan bisa hubungi perantara?" jawab saya. Lebih tepatnya menjawab pertanyaan dengan pertanyaan :p

Beberapa hari kemudian. "Chia... ikhwannya sms. Dia tanya tentang kegiatan Rena setelah pulang kerja," cerita Rena menggebu-gebu.

"Kamu balas?" tanya saya rada malas sebenarnya. (*semoga bukan jealous ya, wkwkwk...) 

"Iya. Rena bales ampe 5 message, diceritain aja mandi setelah pulang kerja, terus ngisi TPA, bla... bla... bla..."

Eit, buset dah..., celetuk saya dalam hati. "Terus, dia bales?" kepo juga saya yah :p

"Dia bales gini, 'Padat juga :p Jangan lupa jaga kesehatan ya, Ukh. :)' Chia.... Rena deg deg-an... serius Rena deg deg-an... Dia itu baik banget, perhatian, bla... bla... bla..."

Yah, penyakit dah..., celetuk lagi dalam hati. 

Beberapa bulan kemudian. Tak ada kabar, tak ada cerita... Saya pun tak ada inisiatif untuk menggali tentang kisahnya. Hingga suara tanda sms masuk pun meminta saya untuk memindahkan jari-jari di atas keyboard menuju hp yang terletak  beberapa centi meter dari mouse.

Chia... proses yang kemarin batal. Alasannya terkesan dibuat-buat deh... Marah, kecewa,, sebel, kesel, aarrgghhh... Uda beberapa hari ini Rena nangis enggak jelas, pengen cerita tapi enggak sanggup ngomongnya. Sakit chi... sakit....

Kau tau, kenapa sakitnya begitu dalam menghujam sampai ke ulu hati? Bahkan ada airmata yang keluar tanpa bisa dikendali? 

Karena ada rasa yang seharunya belum ada. Ada benih-benih yang kau biar tumbuh, padahal  belum saatnya. Ada getar yang kau biarkan berselayar dalam dada. Ada harapan yang kau taruh pada wadah yang salah. 

Sahabat, pelajarilah lebih dalam lagi. Namanya saja ta'aruf, proses untuk saling mengenal. Klo cocok ya lanjut, klo tidak ya sudah. Jadi, jangan kita jual murah kesucian jiwa untuk hal-hal yang belum pasti. Tahanlah sedemikian rupa hingga rasa itu tidak meloncat dari batasnya. hingga semuanya benar-benar pasti. Itulah sebabnya ada koridor syar'i yang harus kita taati. Agar hati ini tetap tertata rapi, hingga ketika takdir Allah SWT berkata lain, diri ini tetap tegak berdiri.

Sekali lagi, ta'aruf itu belum pasti. Maka, tetaplah jaga hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar