Jumat, 21 September 2012

GERGANKOKSUDU, GER ... GER ...  

Saya patut berterima kasih kepada Afifah Hifdzillah karena telah mengundang saya ke acara walimatul 'ursy-nya. Bukan karena pestanya yang wah atau makanannya yang serba ada, tapi karena undangannya mengantarkan saya pada pertemuan yang sarat hikmah. 

Ibu Asnelia Rusli dan suami (Pak Effendi) menjadikan perjalanan kami (saya dan Watita Setiyowati) penuh dengan kata subhanallah. Dari dalam mobil (*saya lupa merek-nya dan enggak penting juga sih apa merek-nya) Pak Effendi menawarkan tumpangan gratis. Dengan agak ragu, Wati pun menjawab "Kami bawa kendaraan, Pak. Terima Kasih." Saat itu, kami berencana naik mobilnya Erly Maryanti sampai depan komplek, tapi setelah dipikir-pikir rasanya akan lebih enak klo kami jalan kaki saja karena jaraknya tidak terlalu jauh.

Beberapa meter sebelum depan komplek, kami pun bertemu kembali dengan Pak Effendi yang sedang beli es krim. Kembali ia menawarkan tumpangan gratis. Kegigihannya memberikan tumpangan mengalahkan keraguan kami. Kami ragu bukan curiga akan dibawa kabur atau ...?!@#$. Tapi, karena ini pertama kali kami ke wilayah tersebut, kami hanya ingat satu rute  naik transjakarta, klo ikut numpang Bu Asnelia dan turun di tempat berbeda, bisa-bisa kita nyasar ke Madagaskar.

Setelah memasuki mobil, kami melihat beberapa bungkus rokok di jok tengah. (*Nah, tuh kan..... ?!@#$. Tenang-tenang.... klo pun diculik setidaknya berdua sama Wati.)

"Maaf, ini ada rokok bukan berarti bapak perokok." ucap Bu Asnelia, dan Pak Effendi meminta Wati untuk mengambil rokok tersebut.

"Kok, rokoknya patah-patah gini, Pak?" tanya Wati. Kali ini saya lebih banyak diam, sedang khusyu' berdoa agar tidak diculik.

"Bapak, baru terapi perokok tadi di masjid." jelas Bu Asnelia. Inilah bentuk kekompakan pasangan suami istri. Wati nanya sama Pak Effendi, Bu Asnelia yang jawab.

"Subhanallah...." jawab kami kompak! Dan kali ini saya dapat bernafas lega.

"Mereka sendiri yang patahin rokoknya, Pak? Gimana caranya?" tanya Wati.



"Iya mereka sendiri yang patahin. Kita ngobrol aja biasa. Coba Wati ama Samsiyah cari di internet Gergankoksudu!" Samsiyah. Siapa Samsiyah? Itulah nama asli saya! Walaupun sebagian besar teman-teman lebih akrab dengan nama Chia, tapi tetap sebagai perkenalan awal saya memperkenalkan nama asli. Masa saya bikin pertanyaan. Bapak mau nama asli saya atau nama panggilan? Bisa-bisa saya beneran diculik. Eits,,, fokus!

"Ger-gan-kok-su-du?"

"Gerakan Ganti Rokok dengan Susu dan Madu. Anggaplah para perokok itu menghabiskan uang untuk merokok sebulan Rp 300.000,-. Klo 5 tahun abis berapa, tuh?" tanya Pak Effendi.

"Delapan belas juta" jawab kami, seperti lomba cerdas cermat.

"Delapan belas juta, uda cukup untuk menyekolahkan anaknya. Bahkan klo dia muslim uda bisa berangkat umroh. Klo 300 ribu tsb dibelikan susu dan madu kan jadi lebih sehat, dan bisa diminum sekeluarga. Coba klo gerakan ini dipraktekan oleh sebagian besar warga Jakarta saja, maka tingkat permintaan susu akan meningkat, bisa jadi kita uda enggak perlu lagi impor sapi, karena sapi sudah menjadi komoditi, dan bagi pecinta rendang, berbahagialah karena harga rendang akan murah. Begitu juga dengan peternak lebah... Lalu bagaimana dengan para pekerja di pabrik rokok, bisa di PHK dong? Enggak... sama sekali enggak! Mereka bisa beralih menjadi peternak sapi atau peternak lebah."

Kami mengangguk-anggukkan kepala dan kembali mengucapkan, "Subhanallah..."


Gerakan Menyebarkan Salam 

Saya lupa nama gerakannya apa, tapi kurang lebih ya seperti di atas. Pasangan suami istri ini memiliki kebiasaan yang sebenarnya biasa kita lakukan, tapi ia melakukannya dengan hati, bukan sekedar basa-basi. Saya bisa merasakan itu.

Ditengah perjalanan hendak memasuki tol, Pak Effendi menyapa ramah penjaga tol dengan salam yang menggema, "Assalamu'alaikum. Sehat, Mas?"

"Sehat Pak," jawabnya dengan tatapan terima kasih, mungkin hatinya bertanya-tanya nih bapak perhatian amat.

"Ngerokok gak, Mas?

"Enggak, Pak."

"Alhamdulillah, semoga selamanya ya, Mas..."

"Aamiin."

"Terima Kasih, Mas. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam" jawabnya kikuk. Saya, Wati dan Bu Asnelia tersenyum, karena nama petugas tersebut mengindikasikan seorang non muslim. Eits... Don't judge the book from the cover. Emang dia buku? Sudahlah...

"Lho, kenapa? Menebarkan salam itu kan ibadah kepada siapa saja. Mungkin namanya ... Masa kita tanya dulu, 'Mas agamanya apa?' Nah, klo muslim baru kasih salam? Rasulullah enggak nyontohin gitu. Coba kita perhatikan artinya. Semoga kedamaian dilimpahkan kepadamu diiringi dengan rahmat dari Allah dan juga barakah dari Allah untukmu. Bayangin klo setiap orang yang mau masuk tol menyapanya dengan salam, dan kendaraan yang masuk 1000/hari. Apa yang terjadi, Sam?"

"Orang tersebut mendapatkan 1000 kedamaian, 1000 rahmat dari 1000 barakah dari Allah Swt. Subhanallah...."

Kami tersenyum kembali. Pak Effendi berkata dengan candanya, "Kita sih ngasih salamnya sekali, dia jawabnya berkali karena setiap orang masuk tol ngasih salam, wa'alaikumsalam...   wa'alaikumsalam...   wa'alaikumsalam...   bisa-bisa salah ngasih kembalian." Tawa kami pun pecah.


Percakapan kami terus berlanjut hingga Pak Effendi benar-benar mengantarkan Wati ke stasiun menuju Depok. Beberapa meter dari stasiun, ada seorang pengemis paruh baya yang menggendong anak. Bu Asnelia meraih dompet dan mengambil selembar uang yang segera Pak Effendi berikan ke pengemis tsb diringi dengan salamnya yang khas. Setelah itu suasana hening, saya perhatikan ada sebait do'a yang dipanjatkan oleh Pak Effendi untuk pengemis tsb. Saya tak cukup mendengar do'anya, tapi hati saya cukup tergetar. Kembali saya dibuatkan kagum. Subhanallah....

Setelah mengantarkan Wati ke stasiun, giliran saya diantarkan Pak Effendi menuju shelter tranjakarta di pulomas. Di tengah perjalanan, Bu Asnelia membuka jendela mobil dan Pak Effendi menyapa keluarga kecil (suami, istri dan dua anak) yang sedang berjalan tersebut.

"Assalamu'alaikum, Pak"

"Wa'alaikumsalam...." jawab pria tersebut. Ia kira bapak ini akan menanyakan alamat.

"Mau kemana, Pak?"

"ke ...." (*saya lupa arah tujuannya, karena tidak fokus. Hati saya bertanya-tanya kenapa Pak Effendi menyapa ramah orang tsb. Ia tidak tahu arah menuju by pass kah? Atau bapak ini saudaranya kah?)

"Hati-hati di jalan, Pak. Oh ya, itu ngerokok jangan dideket anak istri, kasian!" Nah, disini saya countdown 10,9,8,7..., akankah pria tersebut marah dan menonjok Pak Effendi?

"Oh, iya. Terima kasih, Pak!" Pria tersebut segera membuang rokok tsb dan menginjaknya. Pak Effendi pun segera mengucapkan salam dan menginjak gas. Bush,,,

Ilmu apa yang digunakan Pak Effendi? Komunikasi efektif? Hipnotis? Ah, saya yakin tidak! Banyak gerakan yang ia canangkan dari Gergankoksudu, gerakan memberi salam, gerakan memilah sampah plastik dan kertas, gerbangbuhnas(Gerakan Bangun Subuh Nasional), dan ger... ger... ger... lainnya.


Sejak pertemuan itu, saya sulit melupakan sosoknya. Bukan karena ia telah memberikan saya tumpangan gratis. Tapi karena tausiyah, dan sikapnya yang ramah. Ya, tausiyahnya. Saya dan Wati mendapatkan siraman rohani, free! Dan menyaksikan dengan kepala kami sendiri bagaimana ia menyampaikan salam dari hati, caranya menolong pengemis dengan mengemiskan hati dihadapan sang pemilik bumi, menegur perokok tanpa kesan menggurui, caranya menolong kami, dan caranya menolong bangsa ini. Dari gerakan ke gerakan ia canangakan. Dari hati ke hati ia sampaikan salam. Prinsipnya do it (*helping people), anytime, anywhere. 


Sesaat sebelum saya pamit turun, Pak Effendi mengatakan bahwa ia seperti orang gila dalam memberikan terapi pada perokok. Sepuluh perokok dalam sehari berhasil ia sembuhkan, tapi seratus orang siap menjadi perokok dalam sehari. Tapi kita tidak boleh putus asa, bukankah Allah swt telah berfirman, "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan." (At-Taubah: 105).

Ya, Rabb... terima kasih. Terima kasih karena Kau telah mempertemukan kami pada pertemuan yang sarat hikmah. Terima kasih karena Kau telah mempertemukan kami dengan makhluk-Mu yang luar biasa. Terima kasih karena Kau telah menegur kami dengan indah. Terima kasih...