Kamis, 01 Juni 2023

DUA GARIS YANG DIRINDUKAN 

(Part 2: Awal pemeriksaan)


Agustus 2019, kami mulai mencari dokter dan rumah sakit. Aktivitas kami yang sama-sama berkerja dari senin hingga jumat, dari pagi hingga menjelang magrib, maka kami memutuskan untuk mencari dokter yang praktik diluar jam kerja kami dan tentunya yang berlokasi tidak jauh dari rumah kami di Cilincing, Jakarta Utara. Saya berpikir bahwa program hamil ini akan membutuhkan tindakan-tindakan yang akan membuka aurat, maka saya meminta kepada pak suami untuk mencari dokter perempuan.

Mencari-cari rumah sakit dan dokter sesuai kriteria diatas, akhirnya kami memutuskan untuk melakukan promil di rumah sakit negeri sekitar Tanjung Priok. Kunjungan perdana pun kami lakukan selepas kerja. Dipertemuan tersebut saya mendapatkan edukasi bahwa 50% penyebab infertilitas (ganguan kesuburan) dari pihak istri,  30% dari pihak suami, 15% dari kedua belah pihak dan 5% tidak diketahui penyebab infertilitasnya. Itulah sebabnya, tidak hanya pihak istri saja yang perlu diperiksa dalam program kehamilan. Pihak suami juga sangat perlu dilakukan pemeriksaan. Ingat ya itu wahai kaum adam, tidak melulu terlambatnya memiliki keturunan itu disebabkan oleh istri. Bisa jadi dari suami atau kedua belah pihak. Jadi, harus sama-sama diperiksa!

Yes, lanjut. Dipertemuan tersebut, pertama kalinya saya mendapatkan tindakan USG transvaginal. Bagaimana rasanya? Malu, tegang dan takut! Ya, takut! Ketakutan akan hasil pemeriksaan USG yang kurang menyenangkan didengar. Namun, alhamdulillah, hasil pemeriksaan USG transvaginal menunjukkan bahwa saya tidak memiliki kista ataupun miom. Hanya saja bentuk rahim saya terbalik atau secara medis disebut rahim retrofleksi. Dokter menjelaskan bentuk rahim retrofleksi tidaklah masalah. Itu hanya variasi bentuk rahim saja, sama halnya dengan hidung, ada yang mancung dan ada yang pesek. Namun, memang menurut beberapa penelitian, perempuan yang memiliki rahim retrofleksi butuh mengangkat kakinya dengan posisi sikap lilin. Namun, penelitian lain juga menunjukkan bahwa tidak perlu. Entah mana yang benar.


Gambar. 1 Bentuk Rahim


Gambar 2. Sikap Lilin


Pemeriksaan USG transvaginal selesai. Alhamdulillah, secara keseluruhan rahim saya dalam kondisi yang baik. Kami diminta kembali kontrol saat saya mengalami haid, yaitu antara hari ke-2 sampai hari ke-5 haid untuk melihat kondisi sel telur. Nah, bagi bunda-bunda yang baru mulai untuk konsultasi promil, saran saya sebaiknya saat haid, antara hari ke-2 sampai hari ke-5. Karena difase tersebut adalah fase terbaik untuk melihat kondisi rahim dan sel telur. Jadi, bunda tidak perlu bolak balik ke dokter dan hemat biaya juga. Lumayan kan, sekali  konsultasi dan USG bisa menghabiskan 1/2 juta sendiri πŸ˜”.

Hari demi hari pun kami lewati. Hingga tibalah waktu haid saya tiba, kami memutuskan kembali kontrol. Dipertemuan kedua ini, dokter tidak banyak bicara. Beliau hanya menjelaskan bahwa hasil USG transvaginal disaat haid ini menunjukkan bahwa sel telur saya pun dalam keadaan baik. Kami diminta untuk melakukan tindakan lanjutan. Saya diminta untuk melakukan HSG, dan pak suami dirujuk untuk melakukan analisa sperma. Berhubung rumah sakit tempat kami promil bukanlah rumah sakit yang besar. Jadi, fasilitas terkait penunjang pemeriksaan program kehamilan pun kurang lengkap. Kami pun mulai ragu untuk meneruskan promil  di rumah sakit tersebut. Alasannya? Jadi kurang efektif karena akan sering dirujuk untuk pemeriksaan-pemeriksaan lainnya.

Lanjut part berikutnya yaaa πŸ˜‰

Rabu, 22 Februari 2023

DUA GARIS YANG DIRINDUKAN 

(Part 1: Awal pernikahan)


Tiga hari menuju anniversary pernikahan kami yang ke-5 tahun ini, saya kembali membuka laman cerita ini. Ternyata, sudah tujuh puluh dua purnama saya lewatkan. Sungguh, sangat lama ya!

Lantas apa yang membuat saya kembali memutuskan untuk mencurahkan isi kepala disini? Setelah sekian lama maju mundur, menata hati dan memberanikan diri untuk berbagi? Tentang kisah penantian yang cukup panjang. Tentang perjuangan yang selama ini kami sembunyikan. Tentang keyakinan bahwa sewaktu waktu Allah pasti akan sampaikan kami pada takdir yang selama ini kami impikan. Harap kami, semoga ada hikmah, inspirasi, semangat yang tersalurkan.


Dua puluh lima Februari 2018 adalah moment pernikahan kami. Dua pekan setelahnya, saya operasi. Jadi, klo pasangan yang lain setelah menikah honeymoon, saya bolak balik RS untuk persiapan operasi dan suami sibuk di sekolah mendampingi siswa untuk perlombaan siswa tingkat provinsi. Btw, operasi apa? Operasi pengangkatan benjolan di leher sebelah kiri. Sebenarnya saya sudah merasakan adanya benjolan sejak awal Desember 2017, tepatnya beberapa hari sebelum saya mendapatkan biodata suami untuk proses taΓ‘ruf. Namun, karena saya menggunakan jasa BPJS, jadi mendapatkan antrian operasi 3 bulan dari tanggal mendapatkan surat rujukan untuk tindakan operasi atau lebih tepatnya 2 pekan setelah jadwal pernikahan kami.

Tibalah waktu saya untuk operasi. Pengalaman pertama akan dilakukannya tindakan operasi membuat anxiety saya kumat. Yes,  sensinya detak jantung lebih cepat, gelisah, over thinking dan sensi luar biasa lainnya. Malam sebelum tindakan saya bahkan diberikan 1/2 dosis obat penenang agar bisa tidur. Ditemani pak suami dan dijenguk oleh kakak-kakak tercinta cukup membuat saya lebih tenang. Alhamdulillah keesokan harinya operasi berjalan lancar.

Dua pekan setelah tindakan, hasil patologi operasi saya keluar, hasilnya adalah Tubercolosis (TB) kelenjar. Sama dengan pengobatan TB pada umumya, saya diharuskan minum obat antibiotik tanpa henti, tanpa boleh lupa dan tanpa boleh telat selama minimum 6 bulan. Tidak hanya itu, dokter juga menyarankan untuk tidak hamil karena obat-obatan yang dikonsumsi sangat mempengaruhi kesehatan dan perkembangan janin. 

Setelah 6 bulan saya rajin mengkonsumsi obat TB, tentunya berharap bakteri itu sudah punah dari tubuh ini. Namun ternyata Allah meminta saya untuk tetap bersabar. Hasil USG leher, masih ada bakteri meski memang kadarnya sudah jauh berkurang. Jadi, pengobatan pun dilanjutkan 3 bulan lagi. Huft.....

Tiga bulan saya lewati tambahan masa pengobatan, dan saya dinyatakan sembuh dari TB Kelenjar. Bebas dari rutinitas mengkonsmsi antibiotik yang membuat saya mual dan pusing hampir setiap hari. Sejak saat itu, kami memutuskan untuk mulai memikirikan tentang keturunan. Mulailah kami membaca artikel-artikel, buku-buku tentang program hamil. Bahkan kami tidak sungkan untuk bertanya dan curhat pada kenalan kami yang berprofesi dokter. Namun setelah hampir satu tahun  ikhtiar mandiri atau menuju 2 tahun pernikahan kami, belum juga ada tanda-tanda kehamilan. Difase itu saya sudah mulai kesal dengan pertanyaan, "Sudah ngisi?" Atau percakapan yang membanding-bandingkan antara saya dengan orang lain yang usia pernikahannya berdekatan tapi sudah hamil dan bahkan sudah melahirkan anak pertamanya. Saran seorang teman kami yang berprofesi sebagai dokter, kami diminta untuk berkonsultasi ke dokter Sp.OG (K). Daaan..... inilah awal kami memeriksakan diri secara medis. Apa yang terjadi? Lanjut part berikutnya yaaa 😊


*Hari pertama haid, setelah telat 5 hari 😭
 Nangis bombay di kamar mandi kantor. Karena berharap di Anniversary yang ke 5 ini, Allah berikan hadiah yang sudah lama kami impikan. Tapi ternyata Allah ingin kami kembali bersabar. 

Setelah tenang berbisik ke dalam diri, "Hanya karena kita lebih lambat dari yang lain, bukan berarti kita tidak akan sampai kan? "TETAP SEMANGAT WAHAI DIRI, ambil nafas...... buang! Huft.... 






Jumat, 22 Desember 2017

Musa Bin Nushair

optimisme sang penakluk Andalus


Salah satu tokoh yang memiliki peran besar dalam penaklukan dan penyebaran Islam di wilayah Maroko dan Andalus[1] adalah Musa bin Nushair. Ia adalah putra Nushair bin Abdurrahman bin Yazid, satu dari 40 orang yang ditawan Khalid bin Walid di Ayn Tamr[2]. Di antara tawanan terdapat Sirin (ayah dari Muhammad dan Khafsah), tokoh ulama tabi’in yang sangat popular, Yaser (kakek Muhammad ibn Ishaq), penulis kitab al-Maghazi, dan Kaisan (kakek dari Abu Attahiyah), pemimpin Perang Zuhd dengan syairnya yang indah pada era Khalifah Abbasiyah.



Mereka kemudian dibebaskan dan masuk Islam. Dari sisi kepribadian, tidak membutuhkan waktu yang lama bagi mereka untuk menunjukkan perubahan yang sangat mendasar; dari tokoh yang awalnya menolak Islam, menjadi tawanan, kemudian menjadi pejuang, dan melahirkan anak-anak yang menjadi tokoh dalam peradaban dunia Islam.
Musa bin Nushair lahir pada tahun 19 H (640 M). Ia termasuk tokoh tabi’in yang dibesarkan di lingkungan kekhalifahan, karena ayahnya merupakan salah satu kepercayaan Muawiyyah bin Abu Sofyan.

Musa kecil tumbuh menjadi pemuda pemberani dan cerdas. Sejak masih belia, ia sudah menunjukkan bakat kemepmimpinanya; menjabat sebagai pengurus pajak di Basrah[3],  menggantikan posisi ayahnya sebagai pejabat di Cyprus, hingga diangkat menjadi gubernur Ifriqiyah[4] oleh Abdul Aziz bin Marwan.

Awalnya, panji Islam masuk ke Ifriqiyah dibawah kepemimpinan Uqbah bin Nafi', tapi belum menancap kuat. Penduduknya, etnis Barbar memiliki sikap yang berubah-ubah. Kadang tunduk kepada Islam, kadang memberontak setiap kali ada kesempatan. Kawasan Ifriqiyah ini terus menerus dilanda kekacauan dan pemberontakan hingga Uqbah sang penakluk wilayah tersebut dibunuh.
Kemelut yang terjadi di Ifriqiyah tidak lantas membuat Musa diam. Sebagai gubernur, ia menunjukkan kepiawaiannya. Musa menganalisa kekurangan strategi pendahulunya serta mengimplementasikan analisis kebutuhan  penduduk Ifriqiyah saat itu.
Pendiri Sirah Community Indonesia (SCI), Ustadz Asep Sobari, Lc. (dalam kajian Musa bin Nushair 19-97 H: penakluk Andalusia) menjelaskan strategi-strategi yang di gunakan oleh Musa dalam meradam konflik yang terjadi, antara lain; 


  • Menaklukkan wilayah Ifriqiyah dan berikutnya Maghrib secara bertahap. Satu per satu Musa menaklukkan wilayah non Islam sambil tetap mengamankan basis yang ia tinggalkan. Penaklukan ini memang membutuhkan waktu yang lebih lama, namun wilayah yang ditaklukkan menjadi lebih stabil, sehingga meminimalisir  terjadinya pemberontakan. 
  • Musa bin Nushair menghadirkan para ulama untuk mengenalkan Islam kepada penduduk bekas kekuasaan Romawi tersebut. Hal ini dilakukan agar etnis Barbar lebih mengenal Islam dengan baik, sehingga meminimalisir terjadinya pemurtadan. Mereka pun mulai menyambut dan mencintai Islam, kemudian berbondong-bondong menyatakan syahadat, hingga akhirnya menjadi prajurit-prajurit yang siap berjuang menegakkan kebenaran. 
  • Menempatkan Thariq bin Ziyad sebagai panglima perang dalam penaklukan Andalus. Strategi ini sangat bijak, karena Musa menggabungkan etnis Barbar dengan Arab. Ia menunjukkan bahwa etnis Barbar sama dengan Arab, sehingga penduduk Barbar merasa dihormati.

Musa bin Nushair melakukan pengamatan terhadap kondisi terakhir Ifriqiyah dengan cermat dan cerdas. Lantaran kepiawaian manajerial dan militernya, ia berhasil menyelesaikan konflik dan memperluas wilayah penaklukkan hingga hampir seluruh wilayah  Afrika Utara, kecuali Ceuta.


Maka, tidaklah heran jika Ibnu Khallikan[5] mengungkapkan kepribadian Musa dengan ungkapan yang cenderung komprehensif,  “Ia seorang cerdas, berakhlak mulia, pemberani, wara’, dan penuh ketakwaan pada Allah Swt. Pasukannya tidak pernah terkalahkan sekalipun.”
 
Mengapa Musa tumbuh menjadi pemuda yang begitu matang? Karena ia memiliki visi yang sangat jauh, bahkan lebih jauh dari sekedar menaklukkan Ifriqiyah. Ia bertekad menjadi pelaku sejarah dari apa yang telah Utsman bin Affan katakan, "Konstantinopel hanya akan dapat ditaklukkan dari arah laut. Dan, jika kalian dapat menaklukkan Andalusia, niscaya kalian akan mendaptkan pahala yang sama dengan mereka yang menaklukkan Konstantinopel di akhir zaman."
 
Dari benih antusiasme serta optimismenya, Musa mampu membawa visi penaklukannya hingga ke kota-kota yang jaraknya berjauhan. Bahkan sejarah bersaksi, ia berhasil mengibarkan panji kemenangan Islam hingga ke sebrang Selat Gibraltar, Andalus. Beginilah Musa mendeklarasikan tekad dan keyakinannya. Bahkan Romawi pun menjadi target penaklukannya.


Kalau sekiranya manusia mengarahkanku, sungguh aku akan mengarahkan mereka ke kota Romawi sampai aku membukanya dengan bantuan mereka kemudian Allah akan taklukkan Romawi melalui kekuatanku, insyaAllah
(Ibn Katsir; Al-Bidayah wan Nihayah). 

Dari Musa bin Nushair, kita berkaca bahwa kemenangan Islam terdahulu bermula dari satu kata, optimisme.  Saat optimisme kemenangan hadir dalam jiwa, ia akan mendorong sang tuan untuk bergerak, bersikap, berjalan dan berkorban untuk mewujudkan harapannya. Keyakinan yang tertanam tersebut, akan menjadikan rintangan besar menjadi kecil, kesempitan dan kerumitan menjadi mudah, mengubah kegelapan menjadi cahaya.
Seorang mukmin seharusnya percaya bahwa ia terlahir untuk sebuah visi yang tidak kerdil. Dengan begitu geliatnya akan menggema mewarnai bumi bersama potensi yang dimilikinya. Beginilah optimisme Musa mengajarkan kita. 
Wallahu a’alam.

(Pernah dipublikasikan pada laman Republika.co.id pada 15 April 2017)

Sumber :
●  As-Sirjani, Raghib. Bangkit dan Runthnya Andalusia: jejak kejayaan peradaban Islam di Spanyol. 2013.      
   Jakarta; Pustaka Al-Kautsar.
● Suwaidan, Tariq. Dari Puncak Andalusia. 2015. Jakarta; Zaman.
__________
[1]Semenanjung Iberia (Spanyol, Portugis)
[2]Salah satu daerah di bagian utara Iraq
[3]Salah satu kota terbesar kedua di Iraq
[4] Wilayah Afrika Utara yang mencangkup; Libya, Tunisia, Aljazair, dan Maroko (kecuali Mesir)
[5] dikutib dari kitab Wafayat Al-A’yan dalam Dari Puncak Andalusia

Kamis, 26 Januari 2017

Katakan, "Saya terima!"

(Kebeningan hati Imam Nawawi rahimahullah)

 

  

Siapa yang tidak mengenal Imam Nawawi rahimahullah? Imam yang memiliki nama kun-yah Abu Zakaria ini memiliki nama lengkap Yahya bin Syaraf bin Husain An-Nawawi Ad-Dimayqi. Murid dari Abdul Aziz bin Muhammad Al-Ashari ini lahir pada Muharram  631 H/ 1233 M di Nawa, Damaskus. Kedua tempat tersebut kemudian menjadi nisbat nama beliau, An-Nawawi Ad-Dimayqi. Beliau wafat sejak 740 tahun yang lalu, namun nama beliau masih harum sampai detik ini.

Imam Nawawi meninggalkan banyak karya ilmiah yang terkenal. Kitab-kitab beliau menjadi best seller sampai sekarang. Riayadhush Shalihin, salah satu kitab dari  empat puluhan karyanya menempati rangking kedua dari segi penyebaran dan pengkajian, hanya kalah dari satu kitab, kitabullah, Al-Qur’an. Karya beliau diterima oleh umat, ilmu beliau sangat bermanfaat. 

Beliau digelari muhyiddin (yang menghidupkan agama), namun beliau tidak menyukai gelar tersebut karena sifat tawadhu, kebeningan hatinya, “Aku tidak akan memaafkan orang yang menggelariku muhyiddin.” Menurutnya, Islam adalah agama yang hidup dan kokoh, tidak memerlukan orang yang menghidupkannya sehingga menjadi hujjah atas orang-orang yang meremehkannya atau meninggalkannya.

Pada kata pengantar kitab Riyadhush Shalihin, beliau meminta sesuatu kepada para pembaca. Apa permintaannya? Royalti? Bukan! Lalu apa yang beliau minta kepada kita, para pembaca kitab-kitabnya? Beliau meminta kepada para pembaca untuk mendoakannya, mendoakan keluarganya, dan seluruh umat Islam yang ada. Sekilas saya bertanya dalam hati, "Apa hubungannya menulis buku dengan mendo’akan umat Islam?" Setelah saya menelusuri beberapa buku-buku yang menceritakan tentangnya, saya paham bahwa hal tersebut beliau pinta sebagai bentuk kasih sayangnya kepada sesama umat muslim. Itu sebabnya, meski buku beliau tersebar hampir ke seluruh dunia, beliau tidak diuntungkann namun tidak juga merasa dirugikan. Apakah keuntungan dari royalty dari penjualan kitab Riyadhus Shalihin untuk beliau? Atau untuk keluarganya? Suatu perkara yang sebenarnya, sah-sah saja saat keluarga dan keturunannya mengambil royalty dari hasil penjualan kitab tersebut. Tapi itu semua tidak beliau atau keluarganya lakukan.

Suatu hari, saat Imam Nawawi berada dipasar,  peci atau imamah beliau dijambret orang. Sebelum saya melanjutkan kisah ini, saya ingin mengajak sahabat untuk mencoba merefleksikan kondisi tersebut dimana korban panjamretan ini adalah kita. Apa yang akan kita lakukan saat barang berharga yang kita miliki dijambret oleh seseorang? Apakan kita akan mengejar penjamret tersebut? Ya, begitu juga dengan Imam Nawawi. Beliau mengejar penjambret tersebut. Saat dimana sebagian besar orang mengejar penjambret dengan diiringi teriakan, “Jambret … jambret…” atau “Tolong … tangkap … Itu jambret!”, lain halnya dengan apa yang diucapkan oleh Imam Nawawi. Saat mengejar penjambret tersebut, beliau berteriak, “Qul qobiltu … qul qobiltu … qul qobiltu!” Kalimat tersebut bukan berarti jambret dalam bahasa arab. Bukan! Kalimat tersebut berarti, “ Katakan saya terima … katakan saya terima… katakan saya terima!”

Apa maknanya?

Hal ini berkaitan dengan mahzab Imam Syafi’i dalam kaidah hibah yang membutuhkan qabth atau serah terima langsung yang jelas, jika tidak maka hibah tersebut tidak sah. Saat peci atau imamah beliau dijambret, pada detik itu juga beliau sudah mengikhlaskan. Berbeda halnya dengan kita. Kita mengiklaskan setelah dua atau tiga hari mencari tapi tidak ketemu-ketemu. (*Kita? Saya saja mungkin ya :D). Namun, berdasarkan mahdzab yang ia pilih, mengikhlaskan bukan berarti masalah selesai, karena penjembret mengambil peci atau imamahnya secara paksa. Itulah sebabnya Imam Nawawi mengejar pencopet tersebut dan berteriak, “Qul qobiltu … qul qobiltu … qul qobiltu!” agar kaidah hibah itu sah dan sang pencuri tersebut tidak membawa dosa mencuri pada hari kiamat. Ia tidak mau di hari kiamat nanti ada seseorang yang membawa dosa karena menjambret barang miliknya. Itulah  salah satu bentuk kebeningan hati Imam Nawawi rahimahullah terhadap sesama umat muslim. Masya Allah ….

Keikhlasannya dalam menuntut ilmu, kesabarannya dalam menyebarkan ilmu telah mengantarkannya pada amal jariyah yang tidak terputus. Tidak terbayangkan berapa banyak pahala dan seberapa luas barakah-Nya yang ia terima atas ilmu yang ia sampaikan dari satu kitab, Riyadhush Shalihin saja, kitab yang telah dibaca, dipelajari, dikaji dan diamalkan oleh ribuan atau bahkan ratusan ribu umat Islam. Allahu akbar!

*Sumber: Kajian Ketika Pesona Taman Surga Mulai Memudar oleh Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri @ Cipaganti, Bandung.

Selasa, 27 Desember 2016

  Mimpi Memeluk Bintang


Saat malam, ketika bintang-bintang seakan-akan enggan menampakkan dirinya dan gelap gulita menyeliputi dunia, seorang perempuan duduk di dalam rumahnya setelah thawaf beberapa putaran di sekeliling ka'bah. Lalu, ia beranjak menuju peraduannya dengan raa puas dan seuntai senyum yang menghiasi bibirnya. Ia tak pernah tahu, apa yang sebenarnya sedang tersembunyi dibalik perasaannya saat itu. Tidak lama kemudian, dirinya telah terbuai dalam tidur yang tenang.

Didalam tidurnya, perempuan tersebut bermimpi ada matahari besar yang turun perlahan dari langit kota Mekah dan berhenti tepat di atas rumahnya. Seluruh sudut ruangan yang ada di rumahnya diterangi dengan sinar yang indah. Sinar itu memancar dan menerangi segala sesuatu yang ada di sekitarnya,sehingga menyenangkan hati sebelum menyenangkan mata setiap orang yang memandangnya.


Perempuan terkejut dan langsung terbangun. Pandangannya menyapu setiap sudut rumahnya, tapi ternyata malam masih menyelimuti bumi dengan pekat gulitanya dan menutupi setiap benda yang ada di atasnya. Hanya saja, cahaya terang yang ia lihat begitu indah dalam mimpinya tetap memenuhi perasaannya dan memancar di dalam lubuk hatinya.

Keesokan harinya, ketika malam telah berganti pagi, perempuan tersebut meninggalkan rumah di bawah curahan sinar matahari yang baru menyingsing dan bergegas menuju rumah sepupunya. Ia berharap dapat menemukan penafsiran atas mimpi indah yang dialaminya malam tadi.

Sesampainya di rumah seorang ahli kitab yang sekaligus menjadi sepupunya, perempuan tersebut menceritakan apa yang dilihatnya dalam mimpi dengan pelan-pelan. Sedangkan sepepunya mendengarkan dengan seksama, hinnga ia lupa dengan lembaran-lembaran kitab suci yang ada di tangannya. Sang ahli kitab tersebut merasa ada sesuatu kekuatan yang menarik perasaannya, sehingga ia terus mendengar penuturan sepupunya tersebut sampai selesai.

Setelah mendengar penuturan sepupunya, roman wajah sang ahli kitab menyiratkan kebahagian, seuntai senyum menghiasi bibirnya seraya berkata, "Berbahagialah, wahai sepupuku. Seandainya Allah benar-benar membuat mimpimu menjadi kenyataan, maka cahaya kenabian akan masuk ke rumahmu. Dan darinya, akan terpancar cahaya risalah nabi terakhir."

Allahu Akbar! Apa yang sebenarnya baru saja didengar oleh perempuan tersebut? Ia hanya bisa diam membisu untuk beberapa saat. Ada getaran yang merasuk di dalam tubuhnya, sementara dadanya bergemuruh dengan perasaan yang tidak menentu antara hasrat, kasih sayang dan harapan.

Sejak saat itu, perempuan tersebut menjalani hari-harinya dengan penuh cita-cita. Ia berharap dapat menjadi sumber kebaikan bagi sekitarnya. Dimasa penantian akan hadirnya seorang laki-laki yang sesuai dengan harapannya tersebut ia merasa tenang,tak sedikit pun ada keraguan. Mengapa? Karena ia yakin bahwa Allah sedang menyembunyikan sesuatu yang akan sangat membahagiakan

Sahabat, perempuan tersebut adalah ibunda kita, Khadijah binti Khuwailid ra. Perempuan yang akhirnya menjadi istri dari manusia terbaik dibumi ini, Rasulullah Saw. Perempuan yang setia mendampingi sang Nabi Saw dengan pengorbanan yang paripurna ini mendapatkan salam dari Allah dan Malaikat Jibril seraya menyampaikan berita bahwa ia akan mendapatkan rumah di surga.

Salam cinta dari kami, wahai bunda. Semoga kelak kami dapat bercengkrama denganmu di surga.
 
*Hampir menembus pagi, 27 Rabiul Awal 1438 H. 
(Sumber: Al-Mishri, Mahmud. 2006. 35 Sirah Shahabiyah: 35 sahabat wanita Rasulullah SAW. Jakarta: Al-I'tishom).

 

Rabu, 03 Agustus 2016

Sireum di Tanah Serang



Kita percaya bahwa satu langkah kecil yang kita lakukan akan bermanfaat besar untuk masa mendatang. Aksi Relawan Indonesia Mandiri (RIM) di Kecamatan Mancak, Serang (31/07/2016) menjadi saksi bahwa untuk menolong sesama tidak harus menunggu 'punya'. Satu langkah kecil saja, itu sudah lebih dari cukup dari ide besar yang hanya terpasung dalam benak.

Senin, 25 Juli 2016, RIM mendapatkan kabar bahwa kemarin (24/07/2016) telah terjadi longsor yang disertai banjir melanda sejumlah desa di Kecamatan Carita dan Labuan, Kabupaten Pandeglang dan Kecamatan Anyar, Kabupaten Serang. Salah satu posko program Baktiku Untuk Negeri yang dicanangkan oleh kawan-kawan pun menjadi salah satu titik bencana. Tidak banyak ba... bi...bu... kami memutuskan untuk berangkat ke lokasi bencana pekan itu (30/07/2016). 

Sebelum menuju lokasi (Desa Cikeudung, Kecamatan Mancak, Kabupaten Serang), kami membagi tugas menjadi 3 tim; Tim Medis, Tim Trauma Healing dan Tim Pembuka Jalan. Trus kamu masuk tim mana, chia? Eits walau saya mudah trauma, tapi saya masuk tim Trauma Healing lho. Kebayang kan kan gimana adik-adik saya yang pegang? Makin trauma lah mereka wkwkwkwk.....

Salah satu kegiatan yang kami (Tim Trauma Healing) lakukan adalah mandi baju bekas. Ide ini terinspirasi dari permainan mandi bola yang terbesit seketika. Saat itu, kami melihat tumpukan sumbangan baju bekas sebanyak satu tenda besar, dan adik-adik asik bermain diantara tumpukan baju-baju tersebut. "Kita kesana yuk! Bikin tebak-tebakan ke adik-adik. Siapa yang tidak bisa jawab kita lemparin pake baju-baju bekas itu. Yang terpenting sekarang kita berbaur dulu dengan mereka, ikuti ritmenya," ungkap salah satu relawan. Beranjaklah kami dari ruang kelas SD Lebak yang dijadikan tempat pengungsian korban longsor menuju tenda, tempat gundukan baju-baju bekas bersemayam.
"Assalamu'alaiku, adik-adik. Siapa yang mau main lempar baju bareng kakak-kakak disini, ayooooooo?"
"Sayaaaaaaaaa......"
Eng ing eng.... permaian pun dimulai. Lihatlah ekspresi keceriaan kami.




Kebayangkan kan yaaaa, gimana debu-debu yang ikutan loncat keluar bersamaan dengan baju-baju bekas yang kami lemparkan? Kibas-kibasin tangan di depan hidung. Oke, fine. Berhubung adik-adik sudah ceria dan menerima kita sebagai kakak yang menyenankan (Ge-eR, wkwkwk), saatnya kita ubah permaian Kami pun mengeluarkan amunisi trauma healing; kertas templte yang bisa dihapus tulisannya, dan spidol warna. Kami meminta adik-adik untuk duduk dan berkumpul di tengah, lalu kami bermain tebak 'Siapakah aku?' Kakak relawan memperagakan dan atau menirukan suara binatang dan adik-adik menebak dan menuliskannya pada kertas yang sudah dibagikan. Beginilah jadinya.....



 
Permainan ini tidak bertahan lama. Berteriak-teriak tanpa toa sambil meragakan nama-nama binatang ditengah puluhan adik, ditemani debu-debu yang ikutan girang dengan kehadiran kami itu sama dengan SERAK, kawan-kawan wkwkwk. Strategi pun diubah. Akhirnya, kami membagi adik-adik menjadi kelompok-kelompok kecil, masing-masing kelompok dipegang oleh seorang relawan. Disana kami bermain sambil belajar sesuai dengan permintaan adik-adik. Ada yang melanjutkan tebak 'Siapa aku?', ada yang belajar berhitung, ada yang belajar huruf abjad, dan ada yang asik story telling. Salah satunya saya, hihiy... Emang, chia bisa story telling? Eits, jangan sedih, ini juga modal nekat, wkwkwk.

Kali ini saya berkisah tentang Nabi Nuh as. Entah kenapa saya merasa kisah ini cocok untuk disampaikan ke adik-adik, selain karena mereka adalah korban longsor dan banjir bandang, kisah ini juga memuat tentang binatang-binatang yang turut serta dalam perahu Nabi Nuh as. Dan adik-adik terlihat antusias ketika kita menirukan suara dan gaya binatang. Benar saja, saat meragakan gajah, ".....hidungnya panjaaang, telinganya lebaaar, badannyaaa.....?" Sontak adik-adik menjawab, "Genduuuuut, hahahaha....." Ups, maaf bagi yang memiliki kelebihan berat badan. Jangan paber, ah! 

Sampai pada saat saya menceritakan tentang segerombolan binatang kecil, hidup berkerumun, suka menolong, dan klo bertemu dengan teman-temannya saling memberikan salam. "Ada yang tau, binatang apa itu?" Tanya saya sambil celingak celinguk memperhatikan ekspresi adik-adik. Mereka berusaha menebak nama binatang yang ceritakan. Nampaknya pertanyaan saya cukup sulit bagi mereka. Ada yang saling menatap (berharap dapat contekan kali yak?), mengadahkan kepalanya ke atas (nyari cicak) dan ekspresi mainstreamm nunduk! Cukup lama saya menunggu jawaban, kemudian samar-samar saya mendengar suara, "Hmm... hmm... itu..., " krik krik krik... hahaha. Tetiba Aep (5 tahun) teriak, "Bebeeeeeek..." Wkwkwk, saya spontan tertawa. Ups, enggak salah sih, bebek juga kan klo jalan tertib. Tapi ngebayangin bebek salaman sama teman seperbebekannya itu bikin saya ngikik...


"Ada yang lebih kecil dari bebek. Dia suka masuk di lubang-lubang tanah. Ayooooo, binatang apa yaaa?"
"Oooh, sireum!" jawab Ridwan.
"Siireeum? Sireum itu apa, ya?" pasang muka blo'on.
"Siireeum... nu aliit, tiasa ti taneh..." Ian bantu untuk menjelaskan. Polos, bahasa sundanya  fasih. Ya sama aja bo ong, atuh kaseeep. Abdi teu ngarti, garuk-garuk tanah di pojokan.

Aisyah yang lebih besar dan paham diantara teman-temannya, senyum tapi terlihat jelas diwajahnya ia geregetan! Akhirnya bilang, "Semuut, kak.....". Lalu kami tertawa, atau lebih tepatnya menertawakan saya. Hukum karma, wkwkwk.

*** Catatan penting sebelum melakukan aksi kemanusian ke daerah. Pelajari bahasa daerah yang dituju. Jika tidak, selamat istiqomah memasang muka cengo.





Kiri-Kanan: Aisyah, Saya, Ridwan, Saipul, Aep, Ian, dan Rifki.

Itu kisah dari tim Trauma Healing. Bagaimana dengan tim Medis dan Pembuka Jalan? Tidak kalah seru tentunya. Turun ke lokasi bencana dengan kondisi jalan yang masih berlumpur hingga setinggi dengkul (katanya, entah dengkulnya siapa :P) dengan sepatu boots yang bukan ukurannya, plus membawa peralatan medis itu bukan perjuangan yang sederhana bukan? Coba saja lihat ini







 

Sebaik-baik perencana 

Setelah semua tim selesai melaksanakan misi kemanusiannya, kami memutuskan untuk kembali ke Jakarta pukul 15.00 Waktu Indonesia Bagian Banten. Qadarullah, kami mendapatkan kabar bahwa ada kendaraan membawa alat berat menuju posko. Rencana kepulangan kami pun tertunda, karena jalur kendaraan hanya cukup untuk satu kendaraan saja.

Oke... acara bebas. Yang mau rehat, silakah rehat disalah satu rumah warga. Yang mau makan mie instan, silahkan pesen diwarung depan posko (*lhoo..). Yang mau berkeliling dan berbincang dengan warga sekitar juga monggo lho ya.

Sampai salah satu relawan PMI, tergesa-gesa masuk posko medik, "Dokter, tolong. Ada warga kecelakaan motor dibawah, sepertinya parah" Seperti biasa, tanpa ba... bi... bu... semua bergerak. Tim medik dengan perlengkapan kedokteran dan obat-obatannya segera menuju ke TKP diikuti dengan Tim Pembuka Jalan yang siap membawa tandu dan mengamankan jalan saat evakuasi korban. Lalu tim Trauma Healing, Ngapain? Nonton lah, wkwkwk.... Enggak gitu juga sih, karena akhirnya kita diminta mengkondisikan anak-anak dan warga yang pada kepo ngerubungin posko kesehatan. Mereka pikir  ini sinetron kali ya? Padahal tadi juga saya ikutan nonton :P. Sampai salah satu relawan berucap lirih, "Oh, ini toh hikmahnya kita tidak jadi pulang jam 3."

Yups, Dia-lah sebaik-baik perencana, mengatur alat berat naik ke lokasi bencana bersamaan dengan rencana para relawan kembali ke Jakarta. Mengatur relawan Daarut Tauhid (DT) untuk bersinergi dengan fasilitas ambulance dan tabung oksigennya. Dia-lah sebaik-baik perencana, menunda kepulangan kami ke Jakarta agar menjadi perantara kebaikan untuk korban kecelakaan dengan apa yang kami punya.  








Mungkin kehadiran kami tak begitu berarti dibandingkan relawan lainnya. Seperti sireum, kami kecil, tak terlihat atau bahkan berpeluang untuk terinjak. Tapi kami tidak lupa bahwa sireum itu selalu bekerjasama, meski beban dipundaknya lebih besar dari badannya, ia akan tetap memanggulnya, bersama. Sireum saling peduli. Kebiasaannya yang selalu menyapa jika bertemu dengan saudaranya adalah bukti bahwa ia memiliki kepedulian dan keakraban yang tinggi. Sireum tidak pernah menyerah. Bila ada yang berusaha menghalangi, ia akan memanjat ke atas, menerobos ke bawah atau berputar mencari jalan keluar, sekuat tenaga.


Inilah kami, yang masih berusaha untuk terus peduli. Seperti sireum di tanah Serang yang senantiasa bekerjasama menyuburkan tanah ibu pertiwi.


*Hari terakhir dibulan syawal, 1437 H.
Setelah sekian lama enggak ngeblog :P